Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Tuesday, 29 March 2016

Kisah Sukses Krisna Oleh-Oleh Bali




Ketika saya membuat artikel mengenai  "Pusat Oleh-Oleh Bali on Review" tanpa sengaja saya malah menemukan cerita dibalik kesuksesan Krisna Oleh-Oleh Bali.

Cerita Sukses Krisna sangat menarik buat saya dan buat orang-orang yang ingin belajar bisnis, untuk itu langsung aja simak cerita berikut yang saya copas dari Kaskus yang ditulis oleh krisna.oleholeh.


Berdirinya Krisna Oleh Oleh Khas Bali


Bertahan Hidup
Pukul 12 malam, saat satpam hotel sudah pulang, ada sebuah mobil minibus station yang parkir di halaman hotel. Dengan inisiatifnya sendiri, Anom kemudian mencuci mobil itu. Berbekal kain lap bersih, ember, dan air bersih dari keran, mobil itu ia cuci sampai bersih. Kelar mencuci mobil pukul 2 dinihari, Anom kemudian tertidur di pos satpam hotel hingga jam 6 pagi. Bangun tidur, Anom langsung menyapu membersihkan halaman parkir hotel. “Sekitar pukul 7 pagi, pemilik mobil yang saya cuci pukul 2 dinihari tadi keluar hotel menuju mobilnya. Ternyata dia owner atau pemilik Hotel Rani yang saya tidak tahu namaHotel tempat Anom menjadi tukang cuci mobil 34 Gusti Ngurah Anom nya. Dia bertanya apa saya mau kerja di hotel miliknya?

Saya jawab saya mau bantu-bantu saja. Saya juga minta ijin untuk numpang di pos satpam dan minta diberi makan dan minum. Selama 2 tahun berikutnya saya diijinkan menumpang tidur di pos satpam hotel Rani.” Hari kedua tinggal di pos satpam Hotel Rani, Anom mencuci 3 buah mobil, 1 milik pemilik hotel, 2 buah mobil lagi milik tamu hotel yang menginap di sana. Pekerjaan mencuci mobil ini dilakukannya mulai pukul 12 malam sampai pukul 3 pagi. Pukul 3 pagi hingga 6 pagi ia istirahat tidur di pos satpam hotel. “Sekitar pukul 8 pagi, pemilik mobil yang saya cuci semalam keluar hotel. Kepada pemilik mobil saya bilang bahwa saya yang mencuci mobilnya semalam. Saya kemudian mendapat upah sebesar Rp 2000, jumlah yang lumayan di masa itu. Waktu itu harga sepotong kue Rp 25, secangkir kopi Rp 25, dan sebungkus nasi Rp 50. Uang Rp 100 atau Rp 200 saja sudah cukup, apalagi Rp 2000.”
Dengan menjadi tukang cuci mobil saat itu, Gusti Ngurah Anom merasa sudah seperti bos. Menjadi tukang cuci mobil waktu itu, penghasilannya per hari antara Rp 2000 hingga Rp 5000. Mobil yang ia cuci tidak hanya mobil tamu yang menginap di Hotel Rani tempatnya menumpang tinggal di pos satpam, tapi juga di 4 hotel lain sekitar Hotel Rani Sanur. Dengan penghasilan dari mencuci mobil tamu hotel, Anom mulai bisa menabung dan mulai bisa membeli baju. Dengan uang tabungan hasil mencuci mobil tamu hotel, Anom Raja Oleh-Oleh Khas Bali 35 juga bisa membeli sepeda lagi. Sepeda yang ia beli merk Phoenix seharga Rp 45.000. Dengan sepeda ini ia keliling dari satu hotel ke hotel lainnya mencari mobil tamu hotel yang mau dicuci. “Saya berkeliling hingga ke hotel-hotel yang ada di Jalan Danau Tamblingan dan jalan By Pass Ngurah Rai.

Ada sekitar 15 hotel di wilayah itu yang menjadi langganan saya. Setiap malam saya mencuci mobil di 3 hotel berbeda. Mobil yang sudah selesai saya cuci wipernya saya angkat sebagai kode sudah bersih dicuci,” ujar Anom mengenang masa-masa penuh perjuangan menjadi seorang tukang cuci mobil. Selain Anom, profesi mencuci mobil tamu hotel waktu itu juga dilakukan beberapa orang lainnya. Di sini sering terjadi persaingan antar sesama tukang cuci mobil. Persaingan tidak sehat juga kerap terjadi diantara mereka. Upah hasil cuci mobil tamu hotel yang dikerjakan Anom sering diambil oleh orang lain. Meski demikian, rejeki yang didapat Anom dari mencuci mobil tamu hotel selalu ada. “Saya juga sering diajak beberapa rekan sesama tukang cuci mobil untuk bekerja sama mencuci mobil para tamu hotel yang menginap di kawasan Sanur dan sekitarnya.”
Setelah 2 tahun bekerja sebagai tukang cuci mobil, Gusti Ngurah Anom bisa membeli sebuah sepeda motor bekas jenis bebek Honda 70 warna merah seharga dengan harga Rp 150.000. Motor ini kemudian diperbaiki lagi di sebuah bengkel di Pedungan dengan biaya perbaikan Rp 250.000. 2 tahun bekerja sebagai tukang cuci mobil, penyakit 36 Gusti Ngurah Anom rematik mulai menyerang tubuhnya yang kurus. Tangan dan kaki Anom mulai sering sakit karena sering kedinginan terkena air sewaktu mencuci mobil tamu hotel. “Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan sebagai tukang cuci mobil.”

Mengenal Konveksi
Setelah memutuskan berhenti bekerja sebagai tukang cuci mobil, Anom pergi meninggalkan ‘rumah’ yang ditempatinya selama 2 tahun. Setelah memutuskan untuk berhenti sebagai tukang cuci mobil, Anom mulai memutar otak, bagaimana agar bisa mendapat pekerjaan baru, tempat tinggal baru, dan tentu saja agar bisa tetap makan. Anom kemudian mendatangi usaha Konfeksi Sidharta yang ada di Jalan Waturenggong. Di tempat itu ia langsung bertemu pemiliknya Pak Sidharta. “Kepada beliau saya langsung bilang sedang mencari kerja.” Gusti Ngurah Anom diawal berdirinya Cok Konfeksi Gusti Ngurah Anom Pak Sidharta langsung menerima Anom untuk bekerja di perusahaan Konfeksi miliknya. “Saya langsung bekerja serabutan, bantu-bantu di usaha Konfeksi milik Pak Sidharta. Saya bekerja mulai pukul 8 pagi hingga pukul 5 Sore.” Saat itu usaha Konfeksi Sidharta memiliki 15 orang karyawan, semuanya tinggal di luar Konfeksi. Para karyawan tidak ada yang mau tinggal di tempat usaha.

Akhirnya Anom diminta tinggal di tempat usaha Konfeksi Sidharta merangkap sebagai waker atau penjaga tempat usaha. “Karena tinggal di dalam, akhirnya saya sering mendapat tugas tambahan membeli makanan untuk keluarga Pak Sidharta seperti membeli capcay dan lain sebagainya,” ujar Anom. “Saya mau tinggal di tempat usaha milik Pak Sidharta bukan karena saya mau cari muka atau disayang Pak Sidharta. Tapi itu merupakan salah satu bentuk usaha saya agar bisa mendapat tempat tinggal dan makan sekaligus. Ini merupakan strategi saya untuk tetap bisa bertahan hidup di Kota Denpasar,” imbuhnya. Selama 6 bulan bekerja di Sidharta Konfeksi, Anom mulai belajar memotong kain, menjahit, hingga menyablon. Semua itu dilakukan di atas jam 5 sore saat semua pegawai sudah pulang ke rumah. Saat tinggal di Konfeksi Sidharta, Anom tidak memiliki kamar khusus. Ia sering tidur di rak-rak tempat menyimpan kain, atau tidur di meja potong. “Untuk urusan tidur, saya termasuk gampang, bisa dimana saja.” Raja Oleh-Oleh Khas Bali


Setelah 6 bulan akhirnya Anom sudah bisa memotong kain, menjahit, hingga sablon. 1 tahun bekerja di Sidharta Konfeksi, Gusti Ngurah Anom sudah naik ‘pangkat’ jadi senior. Sementara pegawai lain yang tadinya senior, ada yang turun ‘pangkat’ jadi yunior. Dengan posisi senior, Anom mendapat kepercayaan untuk mengurus gaji pegawai, membeli kain, dan tentu saja mendapat transfer ilmu dari Pak Sidharta mengenai usaha Konfeksi. Seiring perjalanan waktu, usaha Konfeksi Sidharta berkembang pesat. Setelah bekerja setahun, Anom semakin dipercaya Pak Sidharta. 70 persen usaha Konfeksi dipercayakan pengaturannya kepada Anom. Setelah bekerja 1 tahun lebih, Anom bisa dikatakan sudah menjadi tangan kanan Pak Sidharta. “Oleh sesama teman pegawai, waktu itu saya sempat dituding cari muka, dituduh sebagai detektif untuk menyelidiki perilaku karyawan. Menghadapi tudingan itu, saya pasrah saja. Prinsip saya waktu itu cuma satu, yakni berusaha agar perusahaan maju dan membuat bos menjadi senang.” Saat bekerja di usaha Konfeksi Sidharta, Anom tahu Pak Sidharta punya satu mesin canggih yang tidak dipakai. Mesin jenis ‘over deck’ atau mesin obras benang tiga itu sering mangkrak di Konfeksi. Pak Sidharta dan karyawan konfeksi enggan menggunakan mesin itu karena susah dalam pemakaiannya. Seijin Pak Sidharta, akhirnya mesin itu digunakan Anom untuk memulai usaha konfeksi sendiri.


Usaha Konfeksi yang dirintis Gusti Ngurah Anom di sebuah gudang Jalan Tukad Irawadi berkembang pesat. Tahun 1990 Anom dan istri memberanikan diri untuk membuka usaha Konfeksi sendiri yang diberi nama COK KONFEKSI. Ia menyewa sebuah tempat ukuran 6 X 7 meter yang terletak di depan Art Centre Denpasar dengan harga sewa Rp 1.250.000 per tahun. Cok Konfeksi di Jl. Nusa Indah, Denpasar 44 Gusti Ngurah Anom “Awal membuka usaha Cok Konfeksi, saya belum mendapat ijin dari Pak Sidharta. Bahkan saya sempat dimarahi, belum dipercaya bisa usaha sendiri. Meski sudah punya usaha Konfeksi sendiri, saya masih diminta untuk membantu usaha Konfeksi Pak Sidharta hingga tahun 1994. Usaha Cok Konfeksi ini awalnya merupakan usaha patungan antara saya dengan Pak Sidharta,” jelas Anom.

Tahun 1994 Anom mengontrak tanah seluas 1 are di Jalan Pakis Aji Denpasar. Di atas tanah ini ia mendirikan bangunan untuk tempat jahit sekaligus tempat tinggal bersama keluarganya. “Waktu itu saya sudah betul-betul ingin mandiri, namun keinginan saya itu selalu ditolak Pak Sidharta dan istrinya. Alasannya saya sudah diandalkan untuk membantu menggerakkan roda usaha mereka, Konfeksi Sidharta.” Suasana garment Cok Konfeksi Raja Oleh-Oleh Khas Bali Setelah menjalin kerjasama dengan Pak Sidharta selama 4 tahun (1990-1994), tahun 1994 akhirnya Pak Sidharta setuju Anom berdiri sendiri, lepas dari usaha Konfeksi miliknya. Syaratnya, semua aset usaha Cok Konfeksi senilai Rp 60 juta dibagi dua. “Syarat itu saya setujui. Bagian Pak Sidharta senilai Rp 30 juta saya pinjam sebagai tambahan modal usaha dan baru saya lunasi pada tahun 2000.”

Perlu perjuangan dan kerja keras untuk membesarkan usaha Konfeksi yang baru dirintis Anom. Butuh waktu 6 tahun disertai usaha yang ekstra keras untuk membangun Cok Konfeksi menjadi sebuah usaha yang sehat dan menguntungkan. Tahun 2000 akhirnya Anom bisa membeli rumah se- Gusti Ngurah Anom dan Karyawan di Cok Konfeksi 46 Gusti Ngurah Anom luas 5 are senilai Rp 350 juta di Jalan SMA 3 Denpasar. Dana untuk membeli rumah ini dari hasil pinjam di Bank Dagang Bali dan pinjam dari Pak Sidharta. Untuk pengembangan bisnis, tahun 2001 Anom berhasil membeli lahan seluas 6,5 are senilai Rp 1,2 milyar di Jalan Nusa Indah. Lahan ini digunakan sebagai toko sekaligus sebagai tempat tinggal bersama keluarga. Seiring perjalanan waktu, usaha Cok Konfeksi yang dirintis Anom semakin berkembang pesat menjadi usaha Konfeksi terkenal di Bali.


Usaha Cok Konfeksi yang dirintis Anom sejak tahun 1990 bisa dikatakan sudah sukses. Namun ia tidak puas sampai di sana. Gusti Ngurah Anom (tengah) bersama Putra Sulung, Gusti Ngurah Berlin Bramantra (kiri) dan Putra Ketiga, Gusti Ngurah Anom Krisna Gusti Ngurah Anom “Berdasarkan pengalaman mengelola usaha Konfeksi sejak masih di Konfeksi Sidharta hingga Cok Konfeksi, saya jadi paham, bahwa level penjualan produk konfeksi segitu- segitu saja. Untungnya juga segitu-segitu aja. Saya kemudian berpikir untuk melakukan pengembangan jenis usaha,” ujar Anom. Tahun 2007, Anom dan istri ingin mengembangkan usaha selain usaha Konfeksi. Waktu itu ia dan istri berkeinginan untuk membuka usaha butik. Sebelum mewujudkan usaha butik, Anom mengkursuskan istrinya ke sekolah desain dan mode Susan Budiarjo. 3 Bulan kursus di sana, istrinya menjadi murid terbaik. Ini karena istrinya Ketut Mastrining sudah memiliki latar belakang bisa menjahit.
Meski sudah mengirim istrinya kursus mode di Susan Budiarjo, keinginan untuk mendirikan usaha butik ini akhirnya dibatalkan dengan beberapa pertimbangan tertentu. Batal mendirikan usaha butik, Anom terus memutar otak. Di sela waktu luang, Anom dan istrinya kemudian Krisna Oleh-Oleh Khas Bali di daerah Tuban, Kuta Raja Oleh-Oleh Khas Bali berkeliling di sekitar Denpasar dan Gianyar untuk mencari ide bisnis baru. Ditemani istrinya, Anom melakukan survey ke Pasar Seni Sukawati Gianyar. “Setelah melakukan survey selama 1 bulan lebih, akhirnya kami tahu bahwa jenis oleh-oleh yang paling laku adalah baju kaos. Waktu itu saya berpikir, kenapa tidak saya saja yang membuka usaha oleh-oleh khas Bali. Saya yakin bisa bersaing, apalagi saya punya usaha Konfeksi yang juga memproduksi kaos oblong,” ujar Anom. Setelah melakukan berbagai persiapan, pada 16 Mei 2007 pusat oleh-oleh Krisna I yang berlokasi di Jalan Nusa Indah Denpasar akhirnya diresmikan. 





Ajik dan Keluarga
Keluarga Pendiri Krisna Oleh-Oleh Bali, by: Biografi Krisna


Sukses yang dicapai Gusti Ngurah Anom tidak datang begitu saja jatuh dari langit. Untuk mencapai sukses seperti saat ini, butuh pengorbanan dan kerja keras. Setiap harinya, Anom mengaku hanya tidur 3 hingga 4 jam. “Pukul 06.30 pagi saya sudah mengantar anak ke sekolah. Pukul 08.00 pagi saya sudah mulai kerja, turun langsung mengontrol seluruh usaha saya mulai Konfeksi hingga pusat oleh-oleh yang saya miliki. Setiap harinya saya bekerja mulai pukul 8 pagi hingga 12 malam. Saya tidak pernah tidur siang. Saya tidak pernah libur, kecuali sakit. Saya juga memilih untuk tidak punya kantor.” Untuk bisa meraih sukses, Gusti Ngurah Anom juga selalu menanamkan beberapa hal penting kepada keluarga dan para karyawannya yakni selalu menjaga kejujuran, kerja keras untuk mencapai hasil maksimal.
Jika sudah bekerja keras, pasti akan menerima hasil maksimal. Jangan belum bekerja sudah tanya berapa gaji atau hasil yang didapat.” Anom juga menekankan pentingnya sikap untuk selalu bisa menjaga emosi dan berpikir positif. Selain itu, ia juga mengutamakan sikap kekeluargaan di dalam mengelola perusahaan. Gusti Ngurah Anom “Saya tidak perlu dihormati, saya tidak mau dipanggil Pak Cok, cukup panggil Ajik, biar lebih akrab. Saya juga selalu berpesan kepada keluarga dan para karyawan saya : Cintailah Pekerjaanmu.” 


Sumber: kaskus

0 comments:

Post a Comment

About Me

My photo
Man Behind The Blog ini adalah I Kadek Suardika sedangkan madeline diambil dari nama putri ke-2 yang sebelumnya sudah memiliki web dengan alamat www.madelinbali.com. Blog ini akan diupdate setiap hari minggu dengan beberapa info menarik mengenai Pulau Bali sebagai pulau dengan destinasi wisata terbaik namun sudah mulai meredup saat ini. Harapan dari bloger semoga bali tetap menjadi tujuan wisata terbaik di dunia sampai akhir zaman.
Powered by Blogger.